Orde Lama adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun
1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan sistem
ekonomi liberal atau demokrasi parlementer dan
system ekonomi komando atau demokrasi terpimpin.
Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi
Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi
nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi
barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat
ketergantungan terhadap luar negeri.
Sistem moneter tentang perbankan khususnya
bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya
hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk
memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan
dari pengambilan keputusan politik.
Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai
meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan
Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana
pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek
besar tersebut.
Perekonomian Indonesia pada masa ini
mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang
bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melainkan berupa
pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek
mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat
dari rezim yang berkuasa. Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya
hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam
pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.
Masa
Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal
kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh:
- Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
- Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
- Kas negara kosong.
- Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
- Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
- Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
- Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
- Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
- Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 untuk mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
- Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Masa
Demokrasi Liberal (1950-1957)
Pada masa ini disebut masa liberal, karena
dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian
diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez
faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa
bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya
sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
masalah ekonomi, antara lain :
- Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
- Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
- Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
- Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
- Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai
akibat dari dekrit
presiden 5 Juli
1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan
struktur ekonomi Indonesia menjurus pada
sistem etatisme (segala-galanya diatur
oleh pemerintah). Dengan sistem
ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam
sosial, politik,dan ekonomi. Untuk mengatasi krisis ekonomi, pada masa
demokrasi terpimpin diadakan berbagai pembaharuan seperti,
- Membentuk Dekon (Deklarasi Ekonomi)
- Tujuan membentuk Dekon adalah menciptakan iklim ekonomi yang mendukung kesejahteraan masyarakat dengan mencanangkan Program Politik Berdikari. Cara ini dilakukan karena tidak mudah untuk mendapatkan pinjaman dari luar negeri akibat Indonesia dikucilkan dari pergaulan internasional.
- Membentuk Kotoe (Komando Tertinggi Operasi Ekonomi)
- Tujuannya untuk mengatur perekonomian negara semakin sentralistik.
- Membentuk Kesop (Kesatuan Ekonomi)
- Tujuannya adalah untuk meningkatkan sektor perdagangan.
- Membentuk bank sentral
- Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut: Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
- Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
- Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
- Terjadinya penyelewengan ekonomi karena miskinnya pengetahuan ekonomi.
- Semua permasalahan ekonomi diselesaikan dengan kebijakan politis.
- Organisasi pemerintahan yang buruk sehingga menimbulkan koordinasi yang tidak baik antarlembaga negara. Akibatnya, kebijakan yang dibuat banyak berhenti di tengah jalan dan tidak selesai.
Masalah
pemanfaatan kekayaan alam.
Pada masa orde lama : Konsep Bung Karno
tentang kekayaan alam sangat jelas. Jika Bangsa Indonesia belum mampu atau
belum punya iptek untuk menambang minyak bumi dsb biarlah SDA tetap berada di
dalam perut bumi Indonesia. Kekayaan alam itu akan menjadi tabungan anak cucu
di masa depan. Biarlah anak cucu yang menikmati jika mereka sudah mampu dan
bisa. Jadi saat dipimpin Bung Karno, meski RI hidup miskin, tapi Bung Karno
tidak pernah menggadaikan (konsesi) tambang-tambang milik bangsa ke perusahaan
asing. Penebangan hutan pada masa Bung Karno juga amat minim.
Kondisi Politik
Sistem
Pemerintahan RI (Periode 17 Agustus 1945-27 Desember 1949).
Dengan adanya Proklamasi pada tanggal 17
Agustus 1945, bangsa Indonesia telah merdeka dan tidak terikat lagi oleh
kekuatan asing atau penjajah manapun. Indonesia adalah suatu negara yang
merdeka dengan segala alat perlengkapan ketatanegaraannya. Beberapa poin
penting pada masa itu adalah :
- Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945 yang ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
- Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan.
- Sistem pemerintahannya adalah presidensiil yang bergeser ke parlementer.
Sistem pemerintahan yang diamanatkan oleh UUD
pada saat itu sebenarnya adalah sistem presidensiil. Kepala negara sekaligus
menjabat sebagai kepala pemerintahan dan menteri-menteri bertanggung jawab
kepada presiden. Tetapi ternyata, sistem presidensiil ini tidak bertahan lama.
Menurut ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, sebelum MPR, DPR, dan
Dewan Pertimbangan Agung terbentuk, presiden akan menjalankan kekuasaannya
dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Berarti kedudukan Komite Nasional
hanyalah sebagai pembantu presiden.
Nyatanya pada tanggal 16 Oktober 1945, dengan
dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No X yang menyatakan bahwa KNIP sebelum
terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan legeslatif dan ikut menetapkan
GBHN. KNIP sendiri dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang bertanggung jawab
kepada KNIP (bukan kepada presiden). Badan Pekerja ini diketuai oleh Sutan
Syahrir. (Erman Muchjidin,1986:26-27). Berarti dengan dikeluarkannya Maklumat
Wakil Presiden No X tersebut, KNIP yang semula berperan sebagai pembantu
presiden berubah menjadi badan legeslatif yang merangkap fungsi sebagai DPR dan
MPR sekaligus. Menteri-menteri kemudian tidak bertanggung jawab lagi kepada
presiden, tetapi bertanggung jawab kepada KNIP. Tanggal 14 November 1945
terbentuklah kabinet parlementer dengan PM Sutan Syahrir. Berarti sistem
presidensiil telah beralih menjadi sistem parlementer. (Dasril Radjab,1884:90).
Sitem kepartaian masa itu adalah sistem
multipartai. (Erman Muchjidin,1986:27). Sistem multipartai ini berawal dari
dikeluarkannya Maklumat Badan Pekerja KNIP tanggal 3 November 1945 yang berisi
anjuran agar pemerintah dan rakyat mendirikan partai-partai politik sebagai
sarana pembantu perjuangan bangsa Indonesia.
Alat perlengkapan negaranya terdiri dari
- Presiden dan wakil presiden
- Menteri-menteri
- Majelis Permusyawaratan Rakyat
- Dewan Perwakilan Rakyat (Karena MPR dan DPR pada masa itu belum terbentuk, maka fungsi MPR dan DPR dipegang oleh KNIP sekaligus).
- Dewan Pertimbangan Agung.
- Mahkamah Agung
- Badan Pemeriksa Keuangan. (Dasril Radjab,1884:90).
Sistem
Pemerintahan RI (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
Diawali dari adanya Konferensi Meja Bundar
yang secara jelas menyebutkan keberadaan dari Republik Indonesia Serikat. Salah
satu hasil dari KMB sendiri menyebutkan dibentuknya Uni Indonesia Belanda, yang
terdiri dari dua negara yaitu RIS dan Belanda. Berarti negara Indonesia saat
itu telah berubah menjadi negara serikat. Pengakuan kedaulatan oleh Belanda
kepada RIS yang sekaligus menandai perubahan Indonesia menjadi negara serikat
ini terjadi pada tanggal 27 Desember 1949. (Erman Muchjidin,1986:33).
- Konstitusi yang berlaku pada masa itu adalah Konstitusi RIS 1949.
- Bentuk negara RIS adalah federasi, terbagi dalam 7 buah negara bagian dan 9 buah satuan kenegaran yang kesemuanya bersatu dalam ikatan federasi RIS. (Erman Muchjidin,1986:36).
- Sistem pemerintahannya adalah parlementer Sistem pemerintahan parlementer ditandai dengan terbentuknya Senat RIS yang beranggotakan wakil-wakil dari negara bagian. Sistem kabinetnya disebut dengan Kern Kabinet, yaitu PM, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, dan Menteri Ekonomi mempunyai kedudukan yang istimewa. Dalam mengambil keputusan mereka mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan Dewan Menteri. Menteri-menteri tersebut baik secara sendiri-sendiri atau pun bersama-sama bertanggung jawab kepada DPR. Untuk Indonesia, wakil-wakilnya tergabung dalam DPR. (Erman Muchjidin,1986:35).
Alat perlengkapan RIS terdiri dari :
- Presiden
- Menteri-menteri
- Senat
- Dewan Perwakilan Rakyat
- Mahkamah Agung Indonesia
- Dewan Pengawas Keuangan (BAB III Perlengkapan Republik Indonesia Serikat tentang Ketentuan Umum UUD RIS 1949).
Sistem
Pemerintahan RI (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
Konstitusi RIS ternyata tidak berumur
panjang. Hal ini disebabkan isi konstitusi tersebut tidak mengakar dari
kehendak rakyat dan bukan pula merupakan keputusan politik dari rakyat Indonesia.
Akibatnya, timbul tuntutan dimana-mana untuk kembali ke negara kesatuan. Satu
per satu negara atau daerah bagian menggabungkan diri kembali ke dalam RI.
Negara bagian yang lain juga semakin sulit diperintah. Ini jelas akan
mengurangi kewibawaan negara serikat.
Untuk mengatasi keadaan tersebut akhirnya
Pemerintah Indonesia Serikat mengadakan musyawarah dengan Pemerintah Negara
Republik Indonesia. Dalam musyawarah tersebut dicapai kesepakatan bahwa akan
bersama-sama melaksanakan negara kesatuan sebagai jelmaan Negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan untuk itu
diperlakukan UUD Sementara. Akhirnya dibentuklah panitia yang bertugas
merencanakan sebuah rancangan UUDS Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panitia
tersebut dipimpin oleh Soepomo untuk RIS dan Abdul Halim untuk RI. Melalui UU
Federal No 17 Tahun 1950 (LN RIS 1950 No 56) ditetapkan perubahan KRIS 1949
menjadi UUDS 1950.
UU tersebut hanya berisi dua pasal, yaitu :
- Pasal 1,“ Berisikan tentang perubahan KRIS 1949 menjadi UUDS 1950 dan setelah itu dimuat selengkapnya naskah dari UUDS 1950, yang terdiri dari mukadimah dan batang tubuhnya”.
- Pasal 2,“ Menentukan tentang mulai berlakunya UUDS 1950, yakni pada tanggal 15 Agustus 1950”.(Dasril Radjab,1994:98).
Konstitusi yang berlaku adalah UUDS 1950.
Dikatakan sebagai UUDS karena memang UUD ini
bersifat sementara. Pemerintah Indonesia pada masa itu membentuk suatu badan
yang bernama badan konstituante dimana tugas mereka adalah menyusun UUD.
Bentuk negara menurut UUDS 1950 adalah negara
kesatuan.
Pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 meyatakan
bahwa RI yang merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokratis dan
berbentuk kesatuan (Dasril Radjab,1994:102).
Sistem pemerintahan menurut UUDS 1950 adalah
parlementer.
Dalam Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950
dinyatakan bahwa menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri-sendiri kepada DPR. (Dasril Radjab,1994:103).
Sistem kepartaian masa itu adalah
multipartai.
Pemilu tahun 1955 untuk pertama kalinya
dilaksanakan untuk memilih anggota konstituante.
Alat perlengkapan negara menurut Pasal 44
UUDS 1950 adalah:
- Presiden dan Wakil Presiden
- Menteri-menteri
- Dewan Perwakilan Rakyat
- Mahkamah Agung
- Dewan Pengawas Keuangan
Sistem
Pemerintahan RI (5 Juli 1959-pasca Dekrit Presiden).
Konstituante yang diharapkan dapat merumuskan
UUD guna menggantikan UUDS 1950 ternyata tidak mampu menyelesaikan tugasnya.
Hal ini jelas akan menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan
persatuan dan keselamatan negara. Presiden selaku Panglima Tertinggi Angkatan
Perang mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Isi dari Dekrit
tersebut salah satunya adalah memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlaku
kembali UUDS 1950. (Dasril Radjab,1994:106).
- Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945.
- Bentuk negara adalah kesatuan
- Sistem pemerintahannya adalah presidensiil
Presiden sebagai kepala negara sekaligus
sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden.
(Dasril Radjab,1994:108). Sistem presidensiil ini kelanjutannya akan menjadi
presidensiil terpimpin. Presiden justru sebagai Pimpinan Besar Revolusi, segala
kebijaksanaan ada di tangannya.
Alat-alat perlengkapan negara setelah
keluarnya Dekrit Presiden adalah :
- Presiden dan menteri-menteri
- DPR Gotong Royong
- MPRS
- DPAS
- Badan Pemeriksa Keuangan;
- Mahkamah Agung (Soehino,1992:148).
- Beberapa penyimpangan yang terjadi pada masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah :
- Berlakunya demokrasi terpimpin dengan penafsiran bahwa presiden memegang kepemimpinan yang tertinggi di tangannya, menjadikan dirinya selaku Pimpinan Besar Revolusi dan konsep Nasakom dalam kehidupan bangsa. Padahal yang dimaksud dengan terpimpin menurut UUD 1945 adalah terpimpin dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sedangkan konsep Nasakom berakibat pada PKI dapat menguasai lembaga negara.
- Dalam SU MPRS Tahun 1963 Soekarno ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. GBHN Indonesia pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 ditetapkan menjadi Manipol/USDEK (UUD 1945, Sosialis Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Nasional).
- Pemusatan kekuasaan pada presiden tidak saja menjurus kepada pemujaan individu dan menghilangkan fungsi dari lembaga negara yang ada karena lembaga negara yang telah dibentuk itu tunduk pada presiden. Orang-orang yang duduk dalam lembaga negara tidak didapat dari hasil pemilu tapi dipilih langsung oleh presiden.
- Presiden membubarkan DPR hasil pemilu karena tidak menyetujui usul RAPBN dari presiden.
- Desakan PKI membuat Indonesia keluar dari PBB. PKI berhasil membuat Indonesia meninggalkan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan dibelokkan ke komunis atau poros-porosan (Jakarta-Peking-Pyongyang). Indonesia juga melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Akibatnya Indonesia makin terasingkan dimata internasional. (Erman Muchjidin,1986:57).
Kondisi Sosial Dan Budaya
Pasca proklamasi kemerdekaan banyak terjadi
perubahan sosial yang ada di dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada
khususnya. Dikarenakan sebelum kemerdekaan di proklamirkan, didalam kehidupan
bangsa Indonesia ini telah terjadi diskriminasi rasial dengan membagi
kelas-kelas masyarakat. Yang mana masyarakat di Indonesia sebelum kemerdekaan
di dominasi oleh warga eropa dan jepang, sehingga warga pribumi hanyalah
masyarakat rendahan yang kebanyakan hanya menjadi budak dari bangsawan atau
penguasa.
Tetapi setelah 17 agustus 1945 segala bentuk
diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi bangsa Indonesia dan semua warga
negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala
bidang.
No comments:
Post a Comment